Dari Pameran Lukisan Abstrak
Solo Art Exhibition telah tunai di pertengahan Agustus 2025 (14’8’2025) dan meninggalkan catatan berharga yang sayang untuk diendapkan. Pameran tunggal karya Alan Tola bertajuk ‘Morning View’ memberi suguhan orkestra abstrak murni dalam meneropong kompleksitas kehidupan.
Suasana tempat tak lazim tercipta dari kedai kopi ‘deskopidi’ di bukit baruga. Dari sini harmoni hidup dan getarannya begitu terasa. Ada 6 lukisan memenuhi display pameran. Lukisan memberi isyarat pesan dari lakon kota yang dipenuhi kegaduhan hingga suasana hening diketinggian malam.
Pameran tunggal turut menampilkan diskusi karya dari narasumber Judy Raharjo, sebagai pemantik Diskusi. Daya tarik lukisan abstrak digemakan dalam tema ‘Abstraksi Sosial dalam Lukisan Alan Tola’. Sajian diskusi menjadi menu pembukaan ‘Solo Exhibition’ yang dihadiri sejumlah seniman-seniman Makassar.
Karya-karya yang dipamerkan selama seminggu telah melewati pengalaman personal seniman Alan Tola. Diskusi karya membuka sisi lain dibalik lukisan dan memberi ruang apresiasi seni yang lebih luas dan mendalam.
Judy mengawali diskusi dengan satu pertanyaan ringan, Apa yang membuat lukisan abstrak itu memikat ? Bagi Judy, genre seni abstrak pada dasarnya menantang persepsi dan merangsang imajinasi, ingatan, dan juga respon emosional kita.
“Boleh dikatakan (abstrak) sebagai seni yang menantang cara tradisional dalam melihat dan melibatkan proses kognitif kita,” urai Judy.
Alih-alih mengandalkan obyek yang dapat dikenali, “seni abstrak mendorong kita untuk fokus pada elemen-elemen warna, bentuk atau pola geometris, dan rupa,” lanjutnya. Lukisan abstrak tidak berbicara keteraturan. Tidak juga menonjolkan kerumitan hidup. Seni lukis abstrak menampilkan elemen harmoni dan keserasian.
Percakapan dalam mengeksplorasi persimpangan bentuk selain pengalaman emosional seniman, non-representasional, turut membentuk karakter utama seni abstrak.
Dari cakupan ini Judy berpandangan karya Alan Tola menyajikan bentuk lanskap. Lanskap kota yang sibuk, gaduh di pagi hari, hingga malam yang hening, tanpa suara serta tekstur untuk memetakan pengalaman hidup.
Ditengah bias budaya saat ini yang menunjukkan tanda-tanda kelelahan, keretakan, dan sebagian mengalami pergeseran, membuka jalan lain bagi pergeseran budaya. Dihadapan lukisan abstrak kita menemukan ruang berdamai dengan lanskap kota yang rumit.
Kepentingan dalam penyatuan yang penuh harmoni menyatu dan selaras dengan pengalaman batin. Paparan dari kurator, Achmad Fauzi, menyebut karya-karya Alan Tola lahir dari proses introspeksi dan refleksi diri yang mendalam. “Ruang refleksi kontemplatif jiwa seniman Alan ingin mengungkapkan perasaan, pikiran, dan pengalaman batinnya,” urainya.
Permainan warna-warna lembut lagi kalem yang dibubuhi highlight terang dan kontras, memenuhi karya-karya lukisan sosok yang merintis seni lukis dari Balikpapan. Media lukis diguratkan secara luwes dan dinamis hingga mengantar kita untuk merenungi makna perjalanan kehidupan secara tersirat.
Menurut kurator jebolan Pendidikan Seni Rupa IKIP Ujungpandang, tahun 1996 itu, karya-karya Alan dipenuhi dengan pelibatan eksplorasi emosi, kesadaran diri, dan pencarian makna hidup. “Kita diajak memasuki dunia seni rupa yang dipenuhi dengan nuansa abstraksi dramatik dan penuh kontemplatif,” ungkapnya.
Dinamika diskusi karya menghampiri waktu senja yang dipandu Faisal Syarif, Ketua MAIM. Sore itu juga telah menjelma lalu lintas percakapan yang tidak mudah dan butuh perenungan makna dihadapan cangkir kopi.
Menatap lukisan karya Alan yang terpajang karakteristik permukaan menampilkan tekstur dalam memetakan serpihan yang kaya akan endapan pengalaman hidup. Karya-karya ini ikut menuntun penikmat seni dalam menatap komposisi yang bergerak di antara dan melampaui kutub abstrak dan figuratif.(*)
Comment